Penerapan Coaching Model Tirta Dalam Membantu Memecahkan Masalah Rekan Sejawat
Penerapan Coaching
Model Tirta Dalam Membantu Memecahkan Masalah Rekan Sejawat
A.
Latar
Belakang
Sebagai
guru yang profesional dituntut untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan
baik. Tugas utama guru sebagaimana
terdapat dalam Undang-Undang 14
Tahun 2015 tentang guru dan dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Sesuai dengan undang-undang tentang guru dan
dosen tugas pokok guru adalah merencanakan pembelajaran atau pembimbingan,
melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan, menilai hasil pembelajaran atau
pembimbingan, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja
guru.
Dalam praktiknya terkadang tugas tambahan yang
lebih banyak menyita waktu tenaga dan pikiran sehingga memberikan tugas
tambahan kepada guru biasanya disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki guru.
Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak hanya menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar sebagaimana yang harus dilakukan guru dalam menjalankan tugas
pokoknya. Tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan upaya mendukung kegiatan
belajar mengajar termasuk juga menyelenggarakan administrasi yang baik. Karena
keterbatasan personil di sekolah maka guru sering diberikan tugas tambahan
seperti sebagai wakil kepala sekolah, wali kelas, kepala laboratorium, kepala
perpustakaan, pembina OSIS, pembina ekstrakurikuler, bendahara sekolah atau
kegiatan kepanitian.
Tugas tambahan yang diberikan guru seringkali
membuat guru bekerja ekstra karena membutuhkan tenaga, pikiran dan waktu yang
lebih. Sebagai guru tidak dapat menolak tugas tambahan dari kepala sekolah jika
tidak ada alasan yang logis sehingga mereka tidak dapat menjalankan tugas
tambahan tersebut.
Guru dituntut untuk dapat memiliki kompetensi
kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial. Keempat kompetensi tersebut jika dikuasai dengan
baik dapat membentuk guru profesional. Maka sebagai guru menjalankan tugas
tambahan tidak lain sebagai upaya untuk menjadikan dirinya sebagai guru
profesional. Tidak semua guru berkesempatan mempunyai pengalaman menerima tuga tambahan misalnya wakasek.
Tidak semua guru dipilih kepala sekolah menjadi wakasek, menjadi bendahara
tidak semua guru dipercaya menjadi bendahara dan sebagainya.
Dalam menjalankan tugas tambahan sering menimbulkan
masalah tersendiri bagi guru yang bersangkutan. Kadang masalahnya berat dan
konpleks sehingga membutuhkan bantuan atau kolaborasi dengan rekan sejawat oleh
karena itu maka diperlukan coaching
sebagai upaya membantu permasalahan yang dihadapi rekan sejawat.
B.
Dasar
Hukum
Dasar hukum
penyelenggaraan sekolah penggerak mengaju pada:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
2. Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2015 tentang Guru
dan Dosen.
3. Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan teknologi Nomor 162 tahun 2021
tentang program sekolah penggerak.
C.
Deskripsi
Aksi Nyata yang Dilakukan
Program pemerintah untuk membentuk sekolah
penggerak sesuai dengan tuntutan zaman. Program sekolah penggerak dibentuk
dengan fokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara
holistik dengan mewujudkan profil Pelajar
Pancasila yang mencakup kompetensi kognitif (literasi dan numerasi) serta
nonkognitif (karakter) yang diawali dengan SDM yang unggul (kepala
sekolah dan guru).
Tujuan dibentuknya sekolah penggerak adalah
sebagai upaya untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia maju yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar
Pancasila. Untuk mewujudkan sekolah penggerak disiapkan calon guru penggerak.
Guru penggerak mempunyai peran menjadi pemimpin pembelajaran,
menggerakkan komunitas praktisi, mendorong kolaborasi antar guru, menjadi coach bagi guru lain, dan
mewujudkan kepemimpinan murid.
Dari
beberapa peran tersebut dalam aksi nyata yang akan dilakukan sesuai dengan
modul 2.3 maka saya akan melakukan coahing dengan rekan sejawat yaitu:
1. Melakukan coaching dengan rekan sejawat yang meminta bantuan terhadap masalah yang
dihadapinya.
2. Membantu memecahkan
masalah rekan sejawat dengan menggali melalui pertanyaan
pemantik sehingga coachee (rekan
sejawat) dapat menggunakan potensinya untuk melejitkannya dalam mengatasi
masalah yang dihadapinya.
3. Berkolaborasi
dengan coachee (rekan sejawat) agar
mereka dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam mengambil keputusan terhadap
masalahnya sendiri.
4. Mendorong
kepada coachee (rekan sejawat) untuk
merencanakan aksinya sesuai dengan keputusan yang diambil dengan penuh tanggung
jawab sesuai komitmen yang dibuat.
5. Menguatkan
kepada coachee (rekan sejawat) untuk
bertanggungjawab terhadap komitmen yang telah dibuatnya.
6. Menanamkan
budaya positif di sekolah dengan melakukan budaya coaching terhadap rekan sejawat dan murid dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi coachee.
D.
Hasil
Aksi Nyata
Dalam menjalankan tugas tambahan sering
menimbulkan masalah tersendiri bagi guru yang bersangkutan. Kadang masalahnya
berat dan konpleks sehingga membutuhkan bantuan atau kolaborasi dengan rekan
sejawat oleh karena itu maka diperlukan coaching
sebagai upaya membantu permasalahan yang dihadapi rekan sejawat.
Melakukan coaching untuk membantu rekan sejawat
yang sedang menghadapi kasus dapat melatih kemampuan coach dalam menggali potensi yang dimiliki coachee melalui keterampilan menyusun pertanyaan pemantiknya
sehingga coachee secara terbuka dapat
diketahui potensi yang dimilikinya.
Hasil aksi nyata
melakukan coaching dengan rekan
sejawat disekolah yaitu:
1.
Dapat mengetahui potensi yang dimiliki rekan sejawat sehingga mampu
memcahkan masalah yang dihadapinya.
2.
Dapat membantu
rekan sejawat dengan potensinya untuk memecahkan masalahnya dengan mengambil
keputusan yang efektif atas pilihannya.
3.
Dapat
mengarahkan rekan sejawat untuk melakukan aksinya atas keputusan yang telah
diambil.
4.
Dapat mengetahui
komitmen apa agar aksi nyatanta dapat diwujudkan sebagai bentuk tanggung jawab.
5.
Dapat
mengarahkan rekan sejawat siapa pihak lain yang dapat membantu mewujudkan
aksinya.
Demikian hasil aksi nyata yang dapat diambil dari dari
pelaksanaan coaching di sekolah dalam
membantu rekan sejawat untuk melakukan aksinya agar terwujud dan dapat
dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
E.
Pembelajaran yang didapat dari Pelaksanaan ( Kegagalan
Maupun Keberhasilan )
Melalui kegiatan coaching di sekolah banyak pembelajaran
yang dapat diambil oleh guru dalam menjalankan tugas utama maupun tugas
tambahan sebagai guru yang professional. Kita ketahui bahwa kompetensi yang
seharusnya dimiliki guru meliputi kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian,
dan sosial. Keempat kompetensi tersebut dituntut untuk dimiliki sebagai guru
professional.
Pembelajaran yang didapat
ketika melakukan coaching adalah
sebagai berikut:
1.
Melalui coaching masalah yang
dihadapi rekan sejawat dapat diselesaikan sendiri.
2.
Menciptakan hubungan kemitraan yang harmonis karena mendudukkan kita
dengan rekan sejawat sejajar sehingga apa yang dihadapi rekan sejawat dapat
secara terbuka menyampaikan pesan kepada coach
terhadap masalah yang dihadapi.
3.
Menciptakan komunikasi asersif yang akan membangun kualitas hubungan
yang positif ancara coach dengan coachee (rekan sejawat)
4.
Belajar menjadi pendengar aktif karena kita dapat mendengarkan pesan
yang disampaikan dan memberikan respon yang positif dari coachee.
5.
Melatih keperampilan mengajukan pertanyaan yang efektif dengan
pertanyaan pemantik yang dapat menggali potensi yang dimiliki coachee atau rekan sejawat.
6.
Mendorong coach memberikan
umpan bali terhadap masalah yang dihadapi rekan sejawat sehingga dapat
melakukan refleksi terhadap putusan yang diambil.
F. Rencana
Perbaikan di Masa Mendatang
Kegiatan coaching disekolah hendaknya
dikembangkan secara terus menerus sehingga menjadi budaya positif di sekolah.
Pada awal melakukan coaching banyak
yang terjebak melakukan konseling atau mentoring. Karena guru sebagian besar jika
mengetahui permasalah di sekolah akan dengan cepat untuk membantunya agar
masalah yang dihadapi rekan sejawat cepat selesai. Upaya membantu masalah rekan
sejawat dilakukan menurut kehendak coach
bukan coachee (rekan sejawat)
sehingga pengambilan keputusan ditentukan coach
hal ini bukan coaching tetapi
konseling.
Kesalahan seperti itu
dapat dimaklumi karena guru biasanya ada dorongan untuk membantu rekan sejawat
yang mempunyai masalah dengan cara yang mereka lakukan. Sementara kegiatan coaching memaksimalkan potensi coachee untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri dengan melakukan rencana aksi yang penuh tanggung jawab.
Kegiatan coaching yang dilakukan di sekolah ke depan perlu diperbaiki dan disempurnakan
secara terus menerus agar tujuan coaching
untuk memecahkan masalah coachee terwujud
dengan menggunakan potensinya. Jika hal ini sudah dilakukan maka dapat
membentuk budaya positif di sekolah.
Perbaikan coaching ke depan dengan menerapkan
model TIRTA yang merupakan singkatan dari Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi,
Tanggung jawab. Jika model ini diterapkan sangat membantu dalam melakukan coaching di sekolah.
G. Testimoni

Kegiatan coaching bagi saya merupakan pengalaman
yang baru sehingga saya setelah mempelajari dan mendengarkn penjelasan dari
Bapak Sukadi ternyata sangat menarik. Karena ternyata melalui kegiatan coaching dapat menggali potensi yang
dimiliki coachee untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Coache hanya
mengarahkan dengan mengajukan pertanyaan agar coachee dapat menyelesaikan
masalahnya sendiri. Kegiatan coaching
hedaknya dapat dilakukan di sekolah sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi guru atau murid di sekolah.
H.
Dokumentasi

Gambar 1 Coach Sedang Melihat Hasil Pekerjaan Murid

Gambar 2 Coachee
mendatangi Coach

Gambar 3 Coachee menyampiakan
masalah
kepada Coach

Gambar 4 Coach Menjadi
Pendengar Aktif

Gambar 5 Coach Merespon pesan Coachee

Gambar 5 Coachee Melakukan
Refleksi
Komentar
Posting Komentar